Oleh : Presli Panusunan Simanjuntak
Setiap tahun, laju pembangunan secara global
dan nasional selalu meningkat, kondisi ini semakin diperparah karena
pembangunan hanya menitikberatkan hanya pada pembangunan fisik semata tanpa
memperhatikan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan (suistanable
development). Peningkatan produksi gas rumah kaca serta pengalihfungsian
lahan mengakibatkan pemanasan global dan terganggunya tatanan iklim yang sudah
ada.
Kita tahu bahwa wilayah Indonesia adalah supermarket bencana,
dimungkinkan karena faktor geografi dan geologi wilayah Indonesia. Akan tetapi,
terganggunya tatanan iklim dikarenakan beberapa faktor tadi diyakini akan
membuat Indonesia semakin manja akan bencana. Menurut data
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang diambil dari situsnya
di http://dibi.bnpb.go.id/ pada tahun 2016 tercatat
Indonesia mengoleksi 2.342 peristiwa bencana. Yang membuat
kita semakin ternganga dan tak habis pikir adalah jumlah
kejadian bencana tahun 2016 ini adalah yang tertinggi sejak BNPB melakukan
pencatatan jumlah kejadian bencana pertama di tahun 2002. Selanjutnya , ditahun
2017 setidaknya sudah ada 1500an kejadian bencana yang menyelimuti Indonesia (update Agustus
2017) dan diprediksi akan semakin bertambah setiap tahunnya.
Banjir menggerayangi Indonesia
Dari data yang diambil
dari situs BNPB, didapatkan fakta bahwa bencana Hidrometeorologi seperti
banjir, kekeringan, putting beliung, longsor dan sebagainya adalah bencana yang
paling sering terjadi di Indonesia dengan jumlah persentase lebih dari 90%. dan
jika diperkecil lagi akan didapatkan fakta bahwa bencana banjir adalah yang
paling sering menggerayangi Indonesia dengan hampir lebih dari
40 % dari seluruh kejadian bencana hidrometerologi yang terjadi.
Ada banyak sekali teori yang dapat menjelaskan mengapa banjir sangat suka menggerayangi negeri
kita, mulai dari curah hujan Indonesia yang tinggi, sistem drainase dan
pengairan yang ada di Indonesia, dan banyak sekali teori yang dapat kita
gunakan untuk men-judge mengapa Indonesia rawan banjir.
(sumber : National Geographic)
Banjir
? Fenomena Cuaca atau Perubahaan Iklim ?
Fenomena
cuaca adalah kejadian langka yang terjadi akan tetapi tidak dapat dijadikan
acuan atau bukti dari dampak perubahan iklim. Nah, dari defenisi tersebut
apakah banjir merupakan fenomena cuaca dan sama sekali tidak ada keterkaitannya
dengan perubahaan iklim ? Peneliti iklim terkemuka, Mojib Latif mengatakan
untuk mencapai kesimpulan tersebut harus diamati perkembangan jangka panjang
selama beberapa puluh tahun.
"Jika kita
menganalisa curah hujan beberapa puluh tahun terakhir, maka terlihat
frekuensinya hampir dua kali lipat lebih sering dari 100 tahun
sebelumnya", tambah dia.
Peneliti iklim dari
Jerman Gerhard Lux meninjau dari ilmu statistik. Ia mengatakan, curah
hujan ekstrim tidak bisa dibuktikan secara detail dan sangat berbeda dengan
trend kenaikan suhu. Tapi berdasarkan model iklim, ia setuju bahwa terjadi
peningkatan curah hujan.
Secara fisika, pemanasan
global kemungkinan memilki dapak terhadap kenaikan curah hujan. Kadar air di
udara tergantung dari suhu, suhu lah yang menjadi pangatur ritme seberapa
banyak air yag bisa menguap. Semakin tinggi suhu, semakin banyak air yang
menguap bukan ? Nah, semakin banyak air yang menguap secara logika akan semakin
besar potensi turunnya hujan deras. Akan tetapi banyak faktor lain selain suhu
tentunya yang juga bisa mempengaruhi peluang terjadinya hujan. Dari beberapa
pendapat ahli tersebut, secara tidak langsung perubahaan iklim berkolerasi
sangat baik dengan bancana hidrometeorologi yang terjadi khususnya bencana
banjir.