Jumat, 22 Desember 2017

Banjir dan Perubahaan Iklim : Bisakah Kita Menghindar Darinya ?

Oleh : Presli Panusunan Simanjuntak

Setiap tahun, laju pembangunan secara global dan nasional selalu meningkat, kondisi ini semakin diperparah karena pembangunan hanya menitikberatkan hanya pada pembangunan fisik semata tanpa memperhatikan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan (suistanable development). Peningkatan produksi gas rumah kaca serta pengalihfungsian lahan mengakibatkan pemanasan global dan terganggunya tatanan iklim yang sudah ada.

Kita tahu bahwa wilayah Indonesia adalah supermarket bencana, dimungkinkan karena faktor geografi dan geologi wilayah Indonesia. Akan tetapi, terganggunya tatanan iklim dikarenakan beberapa faktor tadi diyakini akan membuat Indonesia semakin manja akan bencana. Menurut data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang diambil dari situsnya di http://dibi.bnpb.go.id/ pada tahun 2016 tercatat Indonesia mengoleksi 2.342 peristiwa bencana. Yang membuat kita semakin ternganga dan tak habis pikir adalah jumlah kejadian bencana tahun 2016 ini adalah yang tertinggi sejak BNPB melakukan pencatatan jumlah kejadian bencana pertama di tahun 2002. Selanjutnya , ditahun 2017 setidaknya sudah ada 1500an kejadian bencana yang menyelimuti Indonesia (update Agustus 2017) dan diprediksi akan semakin bertambah setiap tahunnya. 

Banjir menggerayangi Indonesia
            Dari data yang diambil dari situs BNPB, didapatkan fakta bahwa bencana Hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, putting beliung, longsor dan sebagainya adalah bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dengan jumlah persentase lebih dari 90%. dan jika diperkecil lagi akan didapatkan fakta bahwa bencana banjir adalah yang paling sering menggerayangi Indonesia dengan hampir lebih dari 40 % dari seluruh kejadian bencana hidrometerologi yang terjadi.
            Ada banyak sekali teori yang dapat menjelaskan mengapa banjir sangat suka menggerayangi negeri kita, mulai dari curah hujan Indonesia yang tinggi, sistem drainase dan pengairan yang ada di Indonesia, dan banyak sekali teori yang dapat kita gunakan untuk men-judge mengapa Indonesia rawan banjir.

Hasil gambar untuk banjir dan perubahaan iklim
(sumber : National Geographic)

Banjir ? Fenomena Cuaca atau Perubahaan Iklim ?

Fenomena cuaca adalah kejadian langka yang terjadi akan tetapi tidak dapat dijadikan acuan atau bukti dari dampak perubahan iklim. Nah, dari defenisi tersebut apakah banjir merupakan fenomena cuaca dan sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan perubahaan iklim ? Peneliti iklim terkemuka, Mojib Latif mengatakan untuk mencapai kesimpulan tersebut harus diamati perkembangan jangka panjang selama beberapa puluh tahun.

"Jika kita menganalisa curah hujan beberapa puluh tahun terakhir, maka terlihat frekuensinya hampir dua kali lipat lebih sering dari 100 tahun sebelumnya", tambah dia.

Peneliti iklim dari Jerman  Gerhard Lux meninjau dari ilmu statistik. Ia mengatakan, curah hujan ekstrim tidak bisa dibuktikan secara detail dan sangat berbeda dengan trend kenaikan suhu. Tapi berdasarkan model iklim, ia setuju bahwa terjadi peningkatan curah hujan.

Secara fisika, pemanasan global kemungkinan memilki dapak terhadap kenaikan curah hujan. Kadar air di udara tergantung dari suhu, suhu lah yang menjadi pangatur ritme seberapa banyak air yag bisa menguap. Semakin tinggi suhu, semakin banyak air yang menguap bukan ? Nah, semakin banyak air yang menguap secara logika akan semakin besar potensi turunnya hujan deras. Akan tetapi banyak faktor lain selain suhu tentunya yang juga bisa mempengaruhi peluang terjadinya hujan. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, secara tidak langsung perubahaan iklim berkolerasi sangat baik dengan bancana hidrometeorologi yang terjadi khususnya bencana banjir.

Dapatkah kita menghidarinya ?

Langkah terbaik dari kita adalah berasumsi  dan percaya bahwa, perubahan iklim memang ada bersama kita disini dan sekarang. Umpanya adalah bahwa perubahaan iklim saat ini sedekat nadi kita , dampaknya boleh saja tidak kita rasakan sekarang, atau mungkin sudah berdampak tapi sekarang belum terlalu mengganggu aktivitas kita. Ingat dampaknya hanya akan  lebih  parah, lebih mahal dan lebih merusak lagi apabila kita bersikap acuh tak acuh terhadap permasalahan ini. Langkah yang paling masuk akal saat ini bukanlah menghindarinya dan acuh terhadapnya akan tetapi bertindak dimulai dari kita.
Adaptasi dan mitigasi sangat diperlukan untuk menghadapi permasalahan ini. Pengetahuan dan kemauan kita untuk lebih mengenal penyebab dan akibatnya sangat diperlukan. BMKG sebagai instansi pemerintah yang bergerak dibidang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika siap menjadi garda terdepan nusantara dalam memberikan informasi cuaca dan iklim untuk menambah wasana dan menjadi pijakan kita untuk bertindak lebih mawas lagi.

“Bumi yang kita injak ini bukanlah warisan dari nenek moyang kita, tetapi titipan dari anak cucu kita, jadi tolong kembalikan secara utuh untuk kehidupan mereka”

Sumber :




0 komentar:

Posting Komentar