Senin, 05 Oktober 2015

Seriuskah Indonesia Menghadapi Perubahaan Iklim ?

Oleh: Presli Panusunan Simanjuntak
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Terimakasih kepada Sandro Unedo Hutasoit, ST, M.Res, M.Sc

Perubahaan Iklim nyata adanya dan menjadi isu global yang menakutkan bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup di bumi. Menurut data IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) suhu rata-rata global menujukan peningkatan singnifikan mencapai  0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Citra Satelit juga menujukkan terjadinya perubahaan “peta es” di daerah kutub utara (lihat Gambar A).
 
Gambar A . Citra Satelit Kutub Utara tahun 1979 dan 2003 (sumber: google)

Hal ini membuat dunia internasional duduk bersama-sama mengambil langkah konkrit. Sebut saja Kyoto Protocol, sebuah kesepakatan untuk mengurangi gas rumah kaca dan menekan laju perubahaan iklim.

Indonesia sendiri juga rentan terhadap dampak perubahaan iklim. Sebagai negara kepulauan, kenaikan permukaan air laut yang disebabkan mencairnya sebagian es didaerah kutub akan mengurangi garis pantai dan bahkan sebagian pulau-pulau kecil di Indonesia akan hilang akibat naiknya permukaan air laut. Pergeseran musim dan anomali cuaca yang disebabkan oleh perubahaan iklim juga akan menggangu sektor agraris di Indonesia seperti musim kemarau panjang atau hujan berkepanjangan yang dapat mengganggu stabilitas ketahanan pangan nasional.

Kebakaran Hutan

   Akhir-akhir ini, kebakaran hutan menjadi masalah serius yang dihadapi negeri ini. Manajemen mitigasi bencana yang buruk baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebabkan masalah ini lamban untuk diatasi. Hal ini sangat disesalkan karena efek buruk dari asap yang dihasilkan sangat membahayakan kesehatan seperti ISPA, iritasi mata dan kulit dan sebagainya. Sebenarnya bukan hanya sekadar efek jangka pendek saja yang harus kita khawatirkan. Asap dari kebakaran hutan akan melepaskan Gas Rumah Kaca (GRK) seperti gas karbondioksida (CO2). Semakin lama penanggulangannya, akan semakin banyak gas karbondioksida (CO2) yang dilepaskan ke atmosfer.   

Blueprint Energi Indonesia

            Sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang  Blueprint Pengelolaan Energi Nasional  Tahun 2006- 2025 . Sasaran Kebijakan Energi Nasional pada Tahun 2025 salah satunya adalah terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025 yang terdiri atas :
-          Minyak bumi                          20%
-          Gas Bumi                              30%
-          Batubara                               33%
-          Biofuel                                    5%
-          Panas Bumi                             5%
-          EBT lainnya                             5%
-          Batubara yang dicairkan            2%

Dari data di atas, jika kita teliti penggunaan bahan bakar fosil masih menjadi pilihan utama pada kebijakan energi kita (diatas 60%). Seperti yang kita ketahui, penggunaan bahan bakar fosil  notabene menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK).

Penggunaan batubara secara masif selain menghasilkan gas buangan CO2 juga berdampak pada eksploitasi daerah hijau yang digunakan untuk daerah pertambangan secara masif pula. Ini sama saja halnya dengan menimbun gas buangan CO2 di atmosfer karena di satu sisi kita memproduksi lebih banyak lagi CO2, di sisi lain kita juga mengurangi lahan hijau yang merupakan tempat daur ulang CO2.

   Melihat kedua fakta di atas, sudah seharusnya kita mempertanyakan lagi keseriusan Indonesia dalam menghadapi isu perubahaan iklim. Jika Indonesia ingin lebih serius dalam menanggapi perubahaan iklim seharusnya Indonesia bisa lebih cepat dan tanggap dalam mengatasi kebakaran hutan. Bukan hanya melihat efek jangka pendek akan tetapi juga memperhatikan efek jangka panjang kebakaran hutan. Lebih lanjut, Pemerintah harus dapat mencegah terjadinya hal ini agar tidak terulang pada tahun-tahun berikutnya.



  Pemerintah juga harus menyusun ulang kebijakan pengelolaan energi nasional  jangka panjang. Memang bisa dipahami jika pemilihan energi fosil batubara sebagai sumber energi utama bernilai ekonomis. Akan tetapi, dampak negatif penggunaan batubara terhadap lingkungan, terlebih menyangkut pemanasan global, tidak boleh dikesampingkan. Penggunaan energi alternatif ramah lingkungan (green energy) harus dikembangkan. 

0 komentar:

Posting Komentar